Jumat, 09 Desember 2011

Legenda Boru Tompul Sopurpuron

Legenda Boru Tompul Sopurpuran
Kiriman InBox dari:
raja_borbor@yahoo.com
Tanpa Mengurangi Aslinya

______________________________



Legenda Boru Tompul Sopurpuron

Beragam cerita yang muncul tentang legenda Boru Tompul Sopurpuron. Bila kita membacanya baik dalam buku maupun di internet yang ditulis oleh orang yang bukan marga Sitompul, kita akan mendapatkan perbedaan yangpaling menyolok. Salah satu diantaranya soal nama itu sendiri. Ada yang menyebutnya Boru Tompul Sipurpuron ada pula yang menyebut Boru Tompul Sopurpuron. Tidak hanya soal penulisan nama, tapi isi daripada tulisan itu simpang siur.

Advendes Pasaribu menuliskan di internet bahwa Boru Tompul Sipurpuron kawin dengan seorang yang bernama Martua Raja Doli, tapi tidak disebutkan marganya.Boru Tompul dalam cerita itu disebut sebagai istri ketujuh dari Martua Raja Doli. Dalam cerita lain di internet ada juga yang menyebut Boru Tompul Sopurpuron kawin dengan marga Harahap, kawin dengan di Barus, kawin dengan marga Sitanggang, terakhir ada cerita kawin dengan marga Siringo-ringo di Samosir. Cerita lain menyebutkan kawin dengan Datu Dalu.  

Tim penulisan buku sejarah Punguan Raja Toga Sitompul dan Boru Kota Pekanbaru merasa tertarik dengan legenda ini dan mencoba menelusurinya. Ketika tim sejarah bertemu dengan para orang tua Sitompul di Sopo Uli Tarutung, cerita tentang Boru Tompul Sopurpuron ini termasuk salah satu yang dibicarakan.

Menurut Sihol Sitompul, SH, Ketua Umum Persatuan Raja Toga Sitompul Se-Indonesia, perlu ada persepsi yang sama tentang penyebutan nama. Bukan Boru Tompul Sipurpuron, tapi Boru Tompul Sopurpuron.


Menurut Sihol Sitompul, untuk dapat menentukan mana yang benar diantara dua nama ini perlu didalami arti kata “mamurpur”. Mamurpur biasanya dilakukan oleh kaum wanita sesudah panen, terutama sesudah habis “mardege”. Karena padi yang baru “didege” tersebut masih tercamur lapung dan jerami, maka padi tersebut perlu dipurpur untuk menghilangkan lapung dan jerami serta kotoran-kotoran lain. Mamurpur tersebut idealnya dilakukan pada waktu angin bertiup cukup kencang, sehingga lapung serta jerami dan sampah lainnya terbawa angin sehingga padi yang bersih terpisah jatuh tak jauh dari titik awalnya.

Dari penjelasan singkat ini dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa padi yang dipurpur adalah padi yang ada lapung dan ada jeraminya. Jadi, Sipurpuron berarti yang masih perlu dibersihkan (dipurpur) karena masih kotor. Sedangkan Sopurpuron berarti tidak perlu dipurpur karena dari sananya sudah bersih tak tercampur lapung dan jerami.

Dalam diskusi tersebut terkuak sebuah informasi terkini bahwa Boru Tompul Sopurpuron kawin dengan marga Siringo-ringo di Samosir. Beberapa tahun lalu, marga Siringo-ringo telah meresmikan Tugu Tuan Siringoringo di Pulau Samosir yang istinya Boru Tompul Sopurpuron. Bahkan marga Sitompul selaku hula-hulanya diundang menghadiri acara peresmian tugu tersebut. Beberapa orang marga sitompul dari Tarutung berangkat ke Pulau Samosir selaku hula-hula dari marga Siringo-ringo. Ompu Dorkas Sitompul, termasuk salah seorang yang berangkat ke Samosir menghadiri undangan dari marga Siringo-ringo.

Sihol Sitompul masih kurang percaya dengan hal itu, soalnya, pada pesta Tugu Raja Toga Sitompul di Desa Sitompul tahun 1976 sudah diundang marga Pasaribu selaku Boru dan diulosi saat itu, karena diperoleh informasi bahwa Boru Tompu Sopurpuron kawin dengan Datu Dalu Pasaribu.

Boru Tompul Sopurpuron kawin dengan Datu Dalu
Tim sejarah bertemu dengan seorang Boru Tompul Pahae. Dia marah besar ketika salah seorang dari tim menyebutkan Boru Tompul Sipurpuron. “Tidak ada Boru Tompul Sipurpuron, yang ada adalah Boru Tompul Sopurpuron. Jangan sekali lagi saya dengar ada menyebutnya Sipurpuron, tapi Sopurpuron”.

Dia menyebutkan sampai sekarang tidak ada Boru tompul yang ‘lapung” tapi semua Boru Tompul ‘porngis’. Lapung artinya padi yang tidak berisi sehingga harus dipisahkan dari padi yang baik. Porngis artinya padi yang baik dan berisi dan inilah yang menjadi beras. Sopurpuron artinya padi yang tak perlu lagi dipurpur (dibersihakn). Dan bila diperhatikan pada umumnya boru tompul selalu menjadi ‘parsonduk bolon na burju’ pada suaminya. Boru tompul dan suaminya sangat hormat dengan hula-hulanya sitompul. Dalam rumah tangganya, bila suaminya ‘tunduk’ kepada istrinya boru tompul, maka keluarga itu akan menjadi keluarga yang bahagia dan rejekinya melimpah. Sudah banyak bukti tentang ini.

Boru Tompul yang ditemui tim di Pahae adalah seorang yang sangat kagum dengan Boru Tompul Sopurpuron. Istilah sekarang, dia seorang pecinta berat dengan Boru Tompul Sopurpuron. Sangkin cintanya, Boru Tompul Sopurpuron sudah beberapa kali hadir dalam mimpinya.

Bila kita ingin tahu siapa sebenarnya legendaris Boru Tompul Sopurpuron, kita ikuti cerita berikut ini.

Ompu Hobol batu mempunyai lima anak, empat orang laki-laki dan satu orang perempuan. 
Anak pertama adalah Sabar Dilaut (Lumban Toruan)
Anak kedua adalah Handang Dilaut (Lumban Dolok)
Anak ketiga adalah Boru Tompul Sopurpuron dan 
Anak kelima adalah Lintong Ditao (Sibange-bange).

Boru Tompul Sopurpuron adalah cucu kesayangan dari Bunga Marsondang Boru Siregar (istri dari Ompu Raja Toga Sitompul). Sejak kecil hingga dewasa termasuk anak yang rajin dan pintar. Karena itulah neneknya sayang sama dia. Selain seorang anak baik dia juga termasuk gadis cantik.

Pada dasarnya, keempat saudaranya sangat sayang kepada Boru Tompul Sopurpuron. Cuma ada kecemburuan dari itonya Lumban Toruan dan Lumba Dolok. Mereka cemburu karena neneknya memberikan kasih sayang yang berlebih kepada itonya. Neneknya boru Marsondang tidak hanya memberikan kasih sayang, tapi juga memberikan ilmunya kepada cucunya Boru Tompul Sopurpuron. Sementara kepada cucunya yang lain tidak.

Suatu ketika, timbul amarah besar dari Lumban Toruan dan Lumban Dolok dan mengusir Boru Tompul Sopurpuron dari rumah. Ketika itu Siringkiron hanya ikut-ikutan sementara Sibange-bange tidak ikut bahkan selalu menangis melihat itonya dimarahi abang-abangnya.

Boru Tompul Sopurpuron minggat dari rumah dan pergi ke hutan. Berbulan-bulan dia di hutan hanya makan buah pepohonan dan dedaunan. 

Cat: Banyak sekali memang legenda di tanah batak (tapanuli) yang hampir sama dan mirip. Ini karena banyak juga orang Batak yang gampang menerima unsur-unsur dari luar. Banyak keraguan dengan Nenek Moyangnya sehingga modifikasi cerita nenek moyang orang yang terkenal.


H O R A S
___Sakti Madingin___

Danau Si Losung dan Sipinggan

Legenda  Danau Si Losung Dan Si Pinggan 

Dahulu Kala ada ada satu keluarga di perkampungan Toba di daerah Silahan, Kecamatan Lintong Ni Huta, sekarang Kabupaten Humbang  yang mana mereka mempunyai sepasang anak. Yang paling besar (Sulung) namanya DATU DALU dan Si bungsu namanya SAHANG MAIMA.  Pada suatu hari, ayah dan ibu mereka pergi ke hutan untuk mencari tumbuhan obat-obatan. Akan tetapi saat hari sudah menjelang sore, sepasang suami-istri itu belum juga kembali. Akhirnya, Datu Dalu dan adiknya memutuskan untuk mencari kedua orang tua mereka. Sesampainya di hutan, mereka menemukan kedua orang tua mereka telah tewas diterkam harimau.

Dengan sekuat tenaga, kedua abang-adik itu membopong orang tua mereka pulang ke rumah. Usai acara penguburan, ketika hendak membagi harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua mereka, keduanya baru menyadari bahwa orang tua mereka tidak memiliki harta benda, kecuali sebuah tombak pusaka. Menurut adat yang berlaku di daerah itu, apabila orang tua meninggal, maka tombak pusaka jatuh kepada anak sulung. Sesuai hukum adat tersebut, tombak pusaka itu diberikan kepada Datu Dalu, sebagai anak sulung.

Pada suatu hari, Sangmaima ingin meminjam tombak pusaka itu untuk berburu babi di hutan. Ia pun meminta ijin kepada abangnya.

“Bang, bolehkah aku pinjam tombak pusaka itu?”

“Untuk keperluan apa, Dik?”

“Aku ingin berburu babi hutan.”

“Aku bersedia meminjamkan tombak itu, asalkan kamu sanggup menjaganya jangan sampai hilang.”

“Baiklah, Bang! Aku akan merawat dan menjaganya dengan baik.”

Setelah itu, berangkatlah Sangmaima ke hutan. Sesampainya di hutan, ia pun melihat seekor babi hutan yang sedang berjalan melintas di depannya. Tanpa berpikir panjang, dilemparkannya tombak pusaka itu ke arah binatang itu. “Duggg…!!!” Tombak pusaka itu tepat mengenai lambungnya. Sangmaima pun sangat senang, karena dikiranya babi hutan itu sudah roboh. Namun, apa yang terjadi? Ternyata babi hutan itu melarikan diri masuk ke dalam semak-semak.

“Wah, celaka! Tombak itu terbawa lari, aku harus mengambilnya kembali,” gumam Sangmaima dengan perasaan cemas.

Ia pun segera mengejar babi hutan itu, namun pengejarannya sia-sia. Ia hanya menemukan gagang tombaknya di semak-semak. Sementara mata tombaknya masih melekat pada lambung babi hutan yang melarikan diri itu. Sangmaima mulai panik.

“Waduh, gawat! Abangku pasti akan marah kepadaku jika mengetahui hal ini,” gumam Sangmaima.

Namun, babi hutan itu sudah melarikan diri masuk ke dalam hutan. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk kembali ke rumah dan memberitahukan hal itu kepada Abangnya.

“Maaf, Bang! Aku tidak berhasil menjaga tombak pusaka milik Abang. Tombak itu terbawa lari oleh babi hutan,” lapor Sangmaima.

“Aku tidak mau tahu itu! Yang jelas kamu harus mengembalikan tombok itu, apa pun caranya,” kata Datu Dalu kepada adiknya dengan nada kesal.”

Baiklah, Bang! Hari ini juga aku akan mencarinya,” jawab Sangmaima.

“Sudah, jangan banyak bicara! Cepat berangkat!” perintah Datu Dalu.

Saat itu pula Sangmaima kembali ke hutan untuk mencari babi hutan itu. Pencariannya kali ini ia lakukan dengan sangat hati-hati. Ia menelesuri jejak kaki babi hutan itu hingga ke tengah hutan. Sesampainya di tengah hutan, ia menemukan sebuah lubang besar yang mirip seperti gua. Dengan hati-hati, ia menyurusi lubang itu sampai ke dalam. Alangkah terkejutnya Sangmaima, ternyata di dalam lubang itu ia menemukan sebuah istana yang sangat megah.

“Aduhai, indah sekali tempat ini,” ucap Sangmaima dengan takjub.

“Tapi, siapa pula pemilik istana ini?” tanyanya dalam hati.

Oleh karena penasaran, ia pun memberanikan diri masuk lebih dalam lagi. Tak jauh di depannya, terlihat seorang wanita cantik sedang tergeletak merintih kesakitan di atas pembaringannya. Ia kemudian menghampirinya, dan tampaklah sebuah mata tombak menempel di perut wanita cantik itu. “Sepertinya mata tombak itu milik Abangku,” kata Sangmaima dalam hati. Setelah itu, ia pun menyapa wanita cantik itu.

“Hai, gadis cantik! Siapa kamu?” tanya Sangmaima.

“Aku seorang putri raja yang berkuasa di istana ini.”

“Kenapa mata tombak itu berada di perutmu?”

“Sebenarnya babi hutan yang kamu tombak itu adalah penjelmaanku.”

“Maafkan aku, Putri! Sungguh aku tidak tahu hal itu.”

“Tidak apalah, Tuan! Semuanya sudah terlanjur. Kini aku hanya berharap Tuan bisa menyembuhkan lukaku.”

Berbekal ilmu pengobatan yang diperoleh dari ayahnya ketika masih hidup, Sangmaima mampu mengobati luka wanita itu dengan mudahnya. Setelah wanita itu sembuh dari sakitnya, ia pun berpamitan untuk mengembalikan mata tombak itu kepada abangnya.

Abangnya sangat gembira, karena tombak pusaka kesayangannya telah kembali ke tangannya. Untuk mewujudkan kegembiraan itu, ia pun mengadakan selamatan, yaitu pesta adat secara besar-besaran. Namun sayangnya, ia tidak mengundang adiknya, Sangmaima, dalam pesta tersebut. Hal itu membuat adiknya merasa tersinggung, sehingga adiknya memutuskan untuk mengadakan pesta sendiri di rumahnya dalam waktu yang bersamaan. Untuk memeriahkan pestanya, ia mengadakan pertunjukan dengan mendatangkan seorang wanita yang dihiasi dengan berbagai bulu burung, sehingga menyerupai seekor burung Ernga. Pada saat pesta dilangsungkan, banyak orang yang datang untuk melihat pertunjukkan itu.

Sementara itu, pesta yang dilangsungkan di rumah Datu Dalu sangat sepi oleh pengunjung. Setelah mengetahui adiknya juga melaksanakan pesta dan sangat ramai pengunjungnya, ia pun bermaksud meminjam pertunjukan itu untuk memikat para tamu agar mau datang ke pestanya.

“Adikku! Bolehkah aku pinjam pertunjukanmu itu?”

“Aku tidak keberatan meminjamkan pertunjukan ini, asalkan Abang bisa menjaga wanita burung Ernga ini jangan sampai hilang.”

“Baiklah, Adikku! Aku akan menjaganya dengan baik.”

Setelah pestanya selesai, Sangmaima segera mengantar wanita burung Ernga itu ke rumah abangnya, lalu berpamitan pulang. Namun, ia tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan menyelinap dan bersembunyi di langit-langit rumah abangnya. Ia bermaksud menemui wanita burung Ernga itu secara sembunyi-sembunyi pada saat pesta abangnya selesai.

Waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pada malam harinya, Sangmaima berhasil menemui wanita itu dan berkata:

“Hai, Wanita burung Ernga! Besok pagi-pagi sekali kau harus pergi dari sini tanpa sepengetahuan abangku, sehingga ia mengira kamu hilang.”

“Baiklah, Tuan!” jawab wanita itu.

Keesokan harinya, Datu Dalu sangat terkejut.

Wanita burung Ernga sudah tidak di kamarnya. Ia pun mulai cemas, karena tidak berhasil menjaga wanita burung Ernga itu. “Aduh, Gawat! Adikku pasti akan marah jika mengetahui hal ini,” gumam Datu Dalu. Namun, belum ia mencarinya, tiba-tiba adiknya sudah berada di depan rumahnya.

“Bang! Aku datang ingin membawa pulang wanita burung Ernga itu.

Di mana dia?” tanya Sangmaima pura-pura tidak tahu.

“Maaf Adikku! Aku telah lalai, tidak bisa menjaganya. Tiba-tiba saja dia menghilang dari kamarnya,” jawab Datu Dalu gugup.

“Abang harus menemukan burung itu,” seru Sangmaima.

“Dik! Bagaimana jika aku ganti dengan uang?” Datu Dalu menawarkan.

Sangmaima tidak bersedia menerima ganti rugi dengan bentuk apapun. Akhirnya pertengkaran pun terjadi, dan perkelahian antara adik dan abang itu tidak terelakkan lagi. Keduanya pun saling menyerang satu sama lain dengan jurus yang sama, sehingga perkelahian itu tampak seimbang, tidak ada yang kalah dan menang.

Datu Dalu kemudian mengambil lesung lalu dilemparkan ke arah adiknya. Namun sang Adik berhasil menghindar, sehingga lesung itu melayang tinggi dan jatuh di kampung Sangmaima. Tanpa diduga, tempat jatuhnya lesung itu tiba-tiba berubah menjadi sebuah danau. Oleh masyarakat setempat, danau tersebut diberi nama Danau Si Losung.

Sementara itu, Sangmaima ingin membalas serangan abangnya. Ia pun mengambil piring lalu dilemparkan ke arah abangnya. Datu Dalu pun berhasil menghindar dari lemparan adiknya, sehingga piring itu jatuh di kampung Datu Dalu yang pada akhirnya juga menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau Si Pinggan.

Demikianlah cerita tentang asal-mula terjadinya Danau Si Losung dan Danau Si Pinggan di daerah Silahan, Kecamatan Lintong Ni Huta, Kabupaten Humbang Hasundutan.

HORAS
___Sakti Madingin___

Umpasa Batak 1

 Umpasa Batak

Penggunaan umpasa Batak Sehari-harinya seperti untuk;
  1. Prinsip Hidup/Tudosan.
  2. Tabas (Mantera) Gaib.
  3. Untuk Naposobulung (anak muda).
  4. Ulaon Manjalo Tintin Marakkup.
  5. Ulaon Hobotni Roha (kemalangan).
  6. Bagi Orang Menikah
  7. Untuk Mangappu
  8. Dohot akka naasing dope

Tujola manat nilakkahon, Tupudi manat marpanailian
Dijolo raja sieahan, dipudi raja sipaimaon

Sada silompa gadong dua silompa ubi,
Sada pe namanghatahon Sudema dapotan Uli.

Pitu batu martindi sada do sitaon nadokdok

Jujur do mula ni bada, bolus do mula ni dame

Siboru buas siboru Bakkara, molo dung puas sae soada mara

Sungkunon poda natua-tua, sungkunon gogo naumposo


Jolo tiniktik sanggar laho bahenon huru-huruan,
Jolo sinukkun marga asa binoto partuturan.

Tudia ma luluon da goreng-goreng bahen soban,
Tudia ma luluon da boru Tobing bahen dongan.

Tudia ma luluon da dakka-dakka bahen soban,
Tudia ma luluon da boru Sinaga bahen dongan.

Manuk ni pealangge hotek-hotek laho marpira
Sirang na mar ale-ale, lobianan matean ina.

 Silaklak ni dandorung tu dakka ni sila-sila,
Ndang iba jumonok-jonok tu naso oroan niba.

 Metmet dope sikkoru da nungga dihandang-handangi,
Metmet dope si boru da nungga ditandang-tandangi.

 Torop do bittang di langit, si gara ni api sada do
Torop do si boru nauli, tinodo ni rohakku holoan ho do

Rabba na poso, ndang piga tubuan lata
Hami na poso, ndang piga na umboto hata


Bulung namartampuk, bulung ni simarlasuna,
Nunga hujalo hami tintin marangkup, Dohonon ma hata pasu-pasuna
Hot pe jabu i, tong doi margulang-gulang
Sian dia pe mangalap boru bere i, tong doi boru ni Tulang. 

Sai tong doi lubang nangpe dihukkupi rere,
Sai tong doi boru ni Tulang, manang boru ni ise pei dialap bere. 

Amak do rere, dakka do dupang,
Anak do bere, Amang do Tulang. 

Asing do huta Hullang, asing muse do huta Gunung Tua,
Asing do molo tulang, asing muse do molo gabe dung simatua.

Dakka ni arirang, peak di tonga onan,
Badan muna naso jadi sirang, tondi mu marsigomgoman

Giring-giring ma tu gosta-gosta, tu boras ni sikkoru,
Sai tibu ma hamu mangiring-iring, huhut mangompa-ompa anak dohot boru. 

Rimbur ni Pakkat tu rimbur ni Hotang,
Sai tudia pe hamu mangalakka, sai tusima hamu dapot pansamotan.

Dekke ni sale-sale, dengke ni Simamora,
Tamba ni nagabe, sai tibu ma hamu mamora. 

Sahat-sahat ni solu, sahat ma tu labuan,
Sahat ma hamu leleng mangolu, jala sai di dongani Tuhan.

Sahat solu, sahat di parbinsar ni ari,
Leleng ma hamu mangolu jala di iring-iring Tuhan ganup ari.

Mangula ma pangula, dipasae duhut-duhut
Molo burju marhula-hula, dipadao mara marsundut-sundut

Ruma ijuk tu ruma gorga,
Sai tubu ma anakmuna na bisuk dohot borumuna na lambok marroha

 Anian ma pagabe tumundalhon sitodoan,
Arimu ma gabe molo marsipaolo-oloan.

Gadu-gadu ni Silindung, tu gadu-gadu ni Sipoholon,
Sai tubu ma anakmuna 17 dohot borumuna 16.

Andor hadukka ma patogu-togu lombu,
Sai sarimatua ma hamu sahat tu na patogu-togu pahoppu.

Bulung ni Taen tu bulung ni Tulan
Ba molo tarbahen, sai topot hamu hami sahali sabulan,
Molo so boi bulung ni tulan, pinomat bulung ni salaon
Ba molo so boi sahali sabulan, pinomat sahali sataon.

Ni durung si Tuma, laos dapot Pora-pora
Molo mamasu-masu hula-hula mangido sian Tuhan,                                  Napogos hian iba, boi do gabe mamora.

Songgop si Ruba-ruba tu dakka ni Hapadan,
Angka pasu-pasu na ni lehon muna,
Sai dijangkon tondi ma dohot badan. 

Mardakka Jabi-jabi, marbulung ia si Tulan
Angka pasu-pasu na pinasahat muna,
Sai sude mai dipasaut Tuhan.  

Naung sampulu sada, jumadi sampulu tolu,
Angka pasu-pasu pinasahat muna,
Sai anggiatma padenggan ngolu-ngolu.

Naung sapulu pitu, jumadi sapulu ualu,
Angka pasu-pasu pinasat muna hula-hula nami,
Diampu hami ma di tonga jabu.

Turtu ninna anduhur, tio ninna lote,
Angka pasu-pasu pinasahat muna,
Sai unang ma muba, unang mose.

Habang pidong sibigo, paihut-ihut bulan,
Saluhut angka na tapangido, sai tibu ma dipasaut Tuhan.

Obuk do jambulan, nidandan ni boru Samara
Pasu-pasu na mardongan tangiang sian hula-hula,
Mambahen marsundut-sundut soada mara.

Tinapu bulung nisabi, baen lompan ni pangula
Sahat ma pasu-pasu na nilehon muna i tu hami,
Sai horas ma nang hamu hula-hula.

Suman tu aek natio do hamu, riong-riong di pinggan pasu,
Hula-hula nabasa do hamu, na girgir mamasu-masu.

Martahuak ma manuk di bungkulan ni ruma,
Horas ma hula-hulana,songoni nang akka boruna.
Simbora ma pulguk, pulguk di lage-lage,
Sai mora ma hita luhut, huhut horas jala gabe.

Hariara madungdung, pilo-pilo na maragar,
Sai tading ma na lungun, ro ma na jagar.

 Sinuan bulu sibahen na las,
Tabahen uhum mambahen na horas.

 Eme ni Simbolon parasaran ni si borok,
Sai horas-horas ma hita on laos Debata ma na marorot.

Sititik ma sigompa, golang-golang pangarahutna,
Tung so sadia pe naeng tarpatupa, sai anggiat ma godang pinasuna.

Pinasa ni Siantar godang rambu-rambuna,
Tung otik pe hatakki, sai godang ma pinasuna.

 Tuat si puti, nakkok sideak,
Ia i na ummuli, ima ta pareak.

Aek godang tu aek laut,
Dos ni roha sibaen na saut.

 Napuran tano-tano rangging marsiranggongan,
Badan ta i padao-dao, tondita i marsigomgoman

 Marmutik tabu-tabu mandompakhon mataniari,
Sai hot ma di hamu akka pasu-pasu, laho marhajophon akka na sinari.

Bona ni pinasa, hasakkotan ni jomuran,
Tung aha pe dijama hamu, sai tong ma dalan ni pasu-pasu.

Mandurung di aek Sihoru-horu, manjala di aek Sigura-gura
Udur ma hamu jala leleng mangolu, hipas matua sonang sora mahua.

Dolok ni Simalungun, tu dolok ni Simamora
Salpu ma sian hamu na lungun, sai hatop ma ro si las ni roha.
HORAS
___Sakti Madingin___

SILSILAH (TAROMBO) BATAK

 SILSILAH (TAROMBO) BATAK

SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu:
I. Guru Tatea Bulan
II. Raja Isombaon

I. GURU TATEA BULAN
Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Burning, Guru Tatea Bulan memperoleh 5 orang putra dan 5 orang putri yaitu :
  A. Lima Putra:
1. Raja Biak-Biak (Si Raja Gumiling-giling, Raja Sigumeleng-geleng, Raja Uti), Nasaurmatua.
2. Tuan Sariburaja (Raja Lontung, Raja Borbor, Raja Galeam)
3. Limbong Mulana (Marga Limbong).
4. Sagala Raja (Marga Sagala).
5. Si Lau Raja ( Malau (Pase & Lambe), Manik, Ambarita dan Gurning)
B. Lima Putri:
1. Sibidang Laut (Sombaon)
2. Si Boru Pareme.
3. Si Boru Anting Sabungan.
4. Si Boru Pungga Haomason
5. Si Boru Nan Tinjo (Sombaon).
Semua keturunan Si Raja Batak dapat dibagi atas 2 golongan besar:
1. Golongan Naimarata.
2. Golongan Naisumba.
Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak Si Singamangaraja, dengan gambar bulan dan matahari. Dari gambar bulan dan mataharidalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan Si Raja Batak.

PENJABARAN

  1. RAJA UTI
Raja Uti terkenal sakti dan serba bisa. Satu kesempatan berada berbaur dengan laki-laki, pada kesempatan lain membaur dengan peremuan, orang tua atau anak-anak. Beliau memiliki ilmu yang cukup tinggi. Karena itu, dalam memimpin Tanah Batak, secara kemanusiaan Beliau memandatkan atau bersepakat dengan ponakannya/Bere Sisimangaraja, namun dalam kekuatan spiritual tetap berpusat pada Raja Uti. (Diperluas)

  2. SARIBURAJA
Sariburaja adalah nama putra kedua dari Guru Tatea Bulan. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama Si Boru Pareme dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis, satu peremuan satunya lagi laki-laki).
Mula-mula Saribu Raja mengawini adiknya, Si Boru Pareme, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest, Sariburaja kawin lagi dengan Nai Margiring Laut, yang melahirkan putra bernama Raja Iborboron (Borbor). Kemudian menikah lagi dengan Babiat .
Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Silau Raja, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk mengusir Sariburaja. Akibatnya Sariburaja mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan Si Boru Pareme yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika Si Boru Pareme hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, tetapi di hutan tersebut Sariburaja kebetulan bertemu dengan dia.
Sariburaja datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi “istrinya” di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan Si Boru Pareme di dalam hutan. Si Boru Pareme melahirkan seorang putra yang diberi nama Si Raja Lontung.
Dari istrinya sang harimau, Sariburaja memperoleh seorang putra yang diberi nama Si Raja Babiat. Di kemudian hari Si Raja Babiat mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga Bayoangin.
Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, Sariburaja berkelana ke daerah Angkola dan seterusnya ke Barus.

a. SI RAJA LONTUNG
Putra pertama dari Tuan Sariburaja. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu:
Tujuh Putra:
1. Raja Sinaga.
2. Tuan Situmorang.
3. Raja Pandiangan.
4. Toga Nainggolan.
5. Simatupang.
6. Aritonang.
7. Siregar.

  Kedua Putri :
1. Si Boru Anakpandan, kawin dengan Toga Sihombing.
2. Si Boru Panggabean, kawin dengan Toga Simamora.

Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama Lontung Si Sia Marina, Pasia Boruna Sihombing Simamora.
Si Sia Marina = Sembilan Satu Ibu.
Dari keturunannya:
SINAGA
Lahir marga-marga cabang Simanjorang, Simandalahi, Barutu.
SITUMORANG,
Lahir marga-marga cabang Lumban Pande, Lumban Nahor, Suhutnihuta, Siringoringo, Sitohang, Rumapea, Padang, Solin.
PANDIANGAN
Lahir marga-marga cabang Samosir, Pakpahan, Gultom, Sidari, Sitinjak, Harianja.
NAINGGOLAN
Lahir marga-marga cabang Rumahombar, Parhusip, Lumban Tungkup, Lumban Siantar, Hutabalian, Lumban Raja, Pusuk, Buaton, Nahulae.
SIMATUPANG
Lahir marga-marga cabang Togatorop (Sitogatorop), Sianturi, Siburian.
ARITONANG
Lahir marga-marga cabang Ompu Sunggu, Rajagukguk, Simaremare.
SIREGAR
Lahir marga-marga cabang Silo, Dongaran, Silali, Siagian, Ritonga, Sormin.

b. SI RAJA BORBOR
Putra kedua dari Tuan Sariburaja, dilahirkan oleh Nai Margiring Laut. Semua keturunannya disebut Marga Borbor.
Cucu Raja Borbor yang bernama Datu Taladibabana (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :
1. Datu Dalu (Sahangmaima).
2. Sipahutar.
3. Harahap.
4. Tanjung.
5. Datu Pulungan.
6. Simargolang.
Keturunan Datu Dalu melahirkan marga-marga berikut :
1. Pasaribu, Batubara, Habeahan, Bondar, Gorat.
2. Tinendang, Tangkar.
3. Matondang.
4. Saruksuk.
5. Tarihoran.
6. Parapat.
7. Rangkuti.
Keturunan Datu Pulungan melahirkan marga-marga Lubis dan Hutasuhut.

3. LIMBONG MULANA
Limbong Mulana adalah putra ketiga dari Guru Tatea Bulan. Keturunannya bermarga Limbong yang mempunyai dua orang putra, yaitu Palu Onggang, dan Langgat Limbong. Putra dari Langgat Limbong ada tiga orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga Sihole, dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga Habeahan. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu Limbong.

4. SAGALA RAJA
Putra keempat dari Guru Tatea Bulan. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga Sagala.

5. SI LAU RAJA
Silau Raja adalah putra kelima dari Guru Tatea Bulan yang mempunyai empat orang putra, yaitu:
1. Malau
2. Manik
3. Ambarita
4. Gurning
Tarombo Ambarita Raja atau Ambarita, memiliki dua putra:
I. Ambarita Lumban Pea
II. Ambarita Lumban Pining
Lumban Pea memiliki dua anak laki-laki
1. Ompu Mangomborlan
2. Ompu Bona Nihuta
Berhubung Ompu Mangomborlan tidak memiliki anak/keturunan laki-laki, maka Ambarita paling sulung hingga kini adalah turunan Ompu Bona Nihuta, yang memiliki anak laki-laki tunggal yakni Op Suhut Ni Huta. Op Suhut Nihuta juga memiliki anak laki-laki tunggal Op Tondolnihuta.
Keturunan Op Tondol Nihuta ada empat laki-laki:
1. Op Martua Boni Raja (atau Op Mamontang Laut)
2. Op Raja Marihot
3. Op Marhajang
4. Op Rajani Umbul

 II. RAJA ISUMBAON (NAISUMBAON)
Putranya 3 yaitu:
A. Tuan Sori Mangaraja
B. Tunggul Ni Juji
C. Raja Asi-Asi.

TUAN SORIMANGARAJA
Tuan Sorimangaraja adalah putra pertama dari Raja Isombaon. Dari ketiga putra Raja Isombaon, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
1. Tuan Sorba Di Julu, Naiambaton.
2. Tuan Sorba Di JaeNairasaon .
3. Tuan Sorba Di Banua Naisuanon/Naitungkuon.

1. NAIAMBATON /Tuan Sorba Djulu/Ompu Raja Nabolon
Nai Ambaton mempunyai empat orang putra, yaitu:
1. Simbolon Tua.
2. Tamba Tua.
3. Saragi Tua.
4. Munte Tua.

SIMBOLON
Lahir marga-marga Tinambunan, Tumanggor, Maharaja, Turutan, Nahampun, Pinayungan. Juga marga-marga Berampu dan Pasi.
TAMBA
Lahir marga-marga Siallagan, Tomok, Sidabutar, Sijabat, Gusar, Siadari, Sidabolak, Rumahorbo, Napitu.
SARAGI
Lahir marga-marga Simalango, Saing, Simarmata, Nadeak, Sidabungke.
MUNTE
Lahir marga-marga Sitanggang, Manihuruk, Sidauruk, Turnip, Sitio, Sigalingging.

2.NAI RASAON / TUAN SORBA DI JAE/RAJA MANGARERAK
Raja Mangarerak mempunyai dua orang putra, yaitu Raja Mardopang dan Raja Mangatur.
Ada empat marga pokok dari keturunan Raja Mangarerak:
a. Raja Mardopang Menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga Sitorus, Sirait, dan Butar-butar. Marga pane dari Marga Sitorus.
b. Raja Mangatur
Menurut nama putranya, Toga Manurung, lahir marga Manurung.

3. NAISUANON+NAITUNGKUON /Tuan Sorba Di Banua.
Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra.
Dari istri pertama (putri Sariburaja) di namai Naisuanon:
a. Si Bagot Ni Pohan.
b. Si Paet Tua.
c. Si Lahi Sabungan.
d. Si Raja Oloan.
e. Si Raja Huta Lima.
Dari istri kedua Boru Sibasopaet, putri Mojopahit di Gelar Naitungkuon :
a. Si Raja Sumba.
b. Si Raja Sobu.
c. Toga Naipospos.
Keturunana Tuan Sorbadibanua berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.
Keturunan Si Bagot ni pohan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Tampubolon, Barimbing, Silaen.
2. Siahaan, Simanjuntak, Hutagaol, Nasution.
3. Panjaitan, Siagian, Silitonga, Sianipar, Pardosi.
4. Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, Pardede.
Keturunan Si Paet Tua melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Hutahaean, Hutajulu, Aruan.
2. Sibarani, Sibuea, Sarumpaet.
3. Pangaribuan, Hutapea.
Keturunan si Lahi sabungan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Sihaloho.
2. Situngkir, Sipangkar, Sipayung.
3. Sirumasondi, Rumasingap, Depari.
4. Sidabutar.
5. Sidabariba, Solia.
6. Sidebang, Boliala.
7. Pintubatu, Sigiro.
8. Tambun (Tambunan), Doloksaribu, Sinurat, Naiborhu, Nadapdap, Pagaraji, Sunge, Baruara, Lumban Pea, Lumban Gaol.
Keturunan Si Raja Oloan melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Naibaho, Ujung, Bintang, Manik, Angkat, Hutadiri, Sinamo, Capa.
2. Sihotang, Hasugian, Mataniari, Lingga.
3. Bangkara.
4. Sinambela, Dairi.
5. Sihite, Sileang.
6. Simanullang.
Keturunan Si Raja Huta Lima melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Maha.
2. Sambo.
3. Pardosi, Sembiring Meliala.
Keturunan Si Raja Sumba melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Simamora, Rambe, Purba, Manalu, Debataraja, Girsang, Tambak, Siboro.
2. Sihombing, Silaban, Lumban Toruan, Nababan, Hutasoit, Sitindaon, Binjori.
Keturunan Si Raja Sobu melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Sitompul.
2. Hasibuan, Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoruan, Simorangkir, Hutapea, Lumban Tobing, Mismis.
Keturunan Toga Naipospos melahirkan marga dan marga cabang berikut:
1. Marbun, Lumban Batu, Banjarnahor, Lumban Gaol, Meha, Mungkur, Saraan.
2. Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang.

HORAS
___Sakti Madingin___

Kamis, 08 Desember 2011

Datu Dalu & Sahang Maima

Parbadaan ni Datu Dalu dohot Sahang Maima
Najolo adong ma dua halak na marhahamaranggi na tading di sada huta, na sihahaan margoar Datu Dalu jala sianggian margoar Sahangmaima. Di na sahali dipauli Sahangmaima ma sada porlak, di suan ma di porlakna i gadong. Alai ro ma aili (wakka) manguge gadong i, ala ni i diinjam ma sada hujur sian Datu Dalu. Ia hujur i hujur homitan ompu nasida do i. 
Di na laho mangalehon hujur i Datu Dalu, didok ma:

Tung na so jadi mago hujur i !

Dung i dipantomhon Sahangmaima ma hujur i tu na manguge gadong i, hona ma pargisihan ni aili i, laos lohot ma mata ni hujur i disi, alai tinggal do anggo totoranna (hauna). Mangihuthon baritana, ianggo aili i maporus do tu banua toru jala laos lohot ma mata ni hujur i di daging ni aili i. Dung leleng so di paulak Sahangmaima hujur i. Marnida i ro ma Datu Dalu mangido hujur inon.

Datu Dalu:
”Boasa songon i leleng tioponmu hujur i ? Ai ugasan hatopan do i ! ”

Sahangmaima:
“Olo tutu do i, alai holan hauna nama dison ! Taihut do anggo matana tu aili na hupantom i. Hupatopahon nama singkat ni mata ni hujur i”

Datu Dalu:
“ Ah, ndang boi songon i, ingkon matani hujur i do mulak. Adat ni panginjamon, ia i barang na diinjam, ba laos i ma paulahon! Asa ingkon hujur na diinjammu i do paulahonmu.”

Sahang Maima:
 “ Adat ni ompunta ro di amanta : Aek na litok tingkiron tu julu, hori na rundut tingkiron tu rompean  ba, ndada toishu mangagohon hujur i, na hurang momos hian do. Ba aut sura pe i, boi do singkatan na so disi ! Ndada sisik nilangkophon, imbulu sinuanhon ho tu au. Hudok pe songon i, manang dia pandokmu singkat silehononku, olo do ahu , asal unang marbada hita, ai do adat ni pardongan sabutuhaon:

Ijur tarbirsak, pat tardege, tongka masipaihutihutan” 

 Datu Dalu:
“ Ndang boi singkat, ingkon hujur i do paulahonmu, “ 

Dung i sai marsak ma roha ni Sahangmaima, ala so boi jumpang mata ni hujur i di rohana; ai nunga di boan aili tu banua toru. Alani i diharahon ma donganna mambuat hotang tu tombak, dung godang hotang i, i ma dibahen nasida tali tantanni Sahangmaima martuat tu banua toru. Dung sahat ibana ro di banua toru, ditopot ibana ma sada huta disi, laho ma ibana hundul tu tarisopo na di huta i. Adong ma diida boruboru pangisi ni huta i na manduda di jolo ni sopo i. Ala i ro ma manuk mamarguti eme ni boruboru i, gabe ditullangkon boruboru i ma andaluna tu manuk i, hona ma jala pola magotap rungkung ni manuk i. Jadi muruk ma nampuna manuk i tu boruboru i, jala songononmapakkataion ni nasida.

Nampuna manuk:
“ E, ndang jadi mate ale, manuknami i, anggo ememu i hu singkat pe i.”


Panduda:
“ Denggan ! Alai manukku on ma singkatna tu ho, ai na mangolu do singkatni na mangolu ” 

Nampuna manuk:
“ Ndang ale, ingkon manukhu i do na mulak mangolu tu ahu, ” 

Umbege i marsak ma rohani panduda i gabe mangalu-alu ma ibana tu Sahangmaima. Alani i asi ma rohani Sahang Maima, songon arsakni rohangku do arsak ni rohana, ninna rohana dibagasan. Jadi didok Sahangmaima ma tu panduda i hatana lao mangalusi.

Sahang Maima:

“ Ale inang, molo dipatuduhon hamu na hulului on, boi do tarpangolu ahu manuk na binunumuna i ! ”

Panduda:
“ Ba aha ma huroha ?” 

Sahang Maima:
”Hupantom aili di banua tonga laos tarihut mata ni hujur i tu aili i. On pe molo diida hamu i paboa hamu ma ! ”


Panduda:
“Adong do amang boruboru mabugang di jabu an, na ro sian banua tonga, sai peak do ibana jala laos lohot dope basir dibugangna i nuaeng ” 


Sahang Maima:
“Ndang jolma dainang, na hutullang i, aili do ”

Panduda:
”O, ale amang, tung na jahat do i, tarbahen i do rupana mimbarimbar naeng manangko suansuananni halak, i pe disi do hujurmu i”.

Sahang Maima:
” Ba beha ma i bahenonta inang, mambuat i ? ”

Panduda:

” Ba pangolu ma jolo manuk na mate on, idaonni amani na mabugang i ma annon gabe dokkononna ma hamuna mangubati boruna i.”

Tongon tahe ninna roha ni Sahang Maima, gabe dibahen ma taoarna taoar pangabangabang taoar pangubungubung; sipangolu naung mate siparata naung busuk tu manuk i, jadi mulak mangolu ma manuk i tutu. Dipaulak boru panduda i ma manuk i tu nampunasa. Dung i tarbarita ma hadatuonni Sahangmaima di sandok banua toru, gabe dibege amani na mabugang i ma i. Dijou ma Sahang Maima mangubati boruna na mabugang i.

Jadi diparose Sahang Maima ma bugang i, nunga polpol tutu matani hujur i dibugangna i. Dung i diarit Sahang aima ma tandang suman ni matani hujur i. Bornginna i ditogihon ma na mabugang i tu lambung ni lubang-lubang, asa enetonna matani hujur i di rohana. Dipaula-ula dipandekdekhon pulung-pulungan ni ubatni na mabugang i, jala sai disuru ma isi ni jabu i mangalap tu bara, asa unang adong marnida enetonna matani hujur i di rohana. Andorang di toruni isini jabu i, dienet ma matani hujur i jala disolothon tu gontingna. Dipatuduhon ma tandiang sumanni matani hujur i tu parboru i, huhut ma didok:

Ah, na torbang do ganjang ni suga on, leak do songon i hansit dihilala!

Jadi las ma rohani parboru i, ai malum ma dirohana bugangni boruna i.
Hape tubu ma dipingkiranni parboru i songon on:

Pinangan ma Sahangmaima on asa binuat taoarna i.

Alai mamoto do roha ni Sahangmaima di tahi ni roha ni parboru i. Jadi andorang nok matana, hehe ma Sahangmaima mijur tu toru, alai diboan ibana ma sipu-sipu jala dipaula ma mangalului pulung-pulungan. Dung i di rahuthon ma sipusipu i tu ihur ni babi na modom di bara ni jabu i. Laho muse ma Sahangmaima tu alaman, di pajongjong ma disi gaol suman ni jolma. Ditali ma borong-borong jala ditambathon ma tu harbangan ni huta i, dipambahen ma dohot rambang-rambang. Dung i pintor manaek ma ibana tu hotang hamijuranna i.
Dung tarsunggul ama ni boruboru i, di parose ma di jabu i, hape ndang disi be Sahangmaima. Mijur ma ibana tu toru mangalului Sahangmaima, diida ma adong api dibara jadi didapothon ma tusi, ai dirimpu do disi Sahangmaima. Ditampulhon ma podangna, hape babi do hona laos mate. Dibereng tu alaman diida songon na adong jolma jongjong disi, jadi dilojong ma i jala ditampulhon podangna, pintor peak ma na tinampulna i, jala manigor diharat ma i, ala ni murukna, alai ngalingali do, ai batang ni gaol do i antong.
Dibege ma parngung-ngungung ni borong-borong dingkan harbangan jadi didapothon ma tusi, ai dirimpu ma i Sahangmaima, gabe maralitan ma ibana tu rambang-rambang i. Asa angkal ni Sahangmaima do na binahenna i, unang sanga eahan ni parboru i ibana di rohana.
Sian jut ni roha ni parboru i, diboan ma pitu asuna mangeahi Sahangmaima, alai nunga dao ibana manjangkit, jadi dijou parboru i ma ibana, didok ma:

Ale Sahangmaima, paima ahu, adong do saotik sidohononku tu ho”.

Umbege i dipagogo Sahangmaima ma manjangkit, dung lam jonok pangeahi i, digotap Sahangmaima ma hotang panjangkitanna i dingkan toruna, jadi matos ma, gabe madabu ma pangeahi i rap dohot onom biangna i. Alai sada sian biangna i margoar ”sampagatua” sanga do ibana manaek tu ginjang, mangihuthon pandok ni parturiturian, biang i do na mangutahon sahit sampusampu di banua tonga on. I do alana umbahen tar di painumhon halak mudar ni biang nambura, na sineat tu halak na sampusampuon.

Ia dung sahat Sahangmaima ro di hutana, dipaulak ma matani hujur i tu Datu Dalu. Alai sai gotos do rohana dipambahenan ni Datu Dalu i. Dipudian ni ari, dibahen Sahangmaima ma porlakna dilambung dalanni Datu Dalu, disuani ibana ma gaol diporlakna i. Di na sadari, marhorja ma Datu Dalu, jadi diharahon niolina ma donganna mangalap aek, tar holang do mual i sian huta. Alai di na mulak nasida sian pangalapan aek i, por ma udan, ditinggang ma nasida. Jadi dibuat nasida ma bulung gaolni Sahangmaima, bahen saong nasida.
Diboto Sahangmaima ma i, gabe ditopot ma nioli ni Datu Dalu.

Sahang Maima:

”Paulak bulung ni gaolhu i tu pambuatanmu, alai ndang jadi malos, ingkon sumuang do sian partubuna hian.”

Didok Sahangmaima ma huhut:
”Ndang boi singkat ali ni na mago, ia mas binuat, ingkon laos mas i do paulakon".

Datu Dalu:
”Ba, ia i daba, sumuan bulu do ho di lapanglapangni babi, umpungka na so uhum do ho marmulahon na so jadi. Ia i parsingiran, i do nian partungguan! Ahu do alom, hape tu ina do naeng sudolhononmu. Molo uhum sintong do i juap ma hita manguji; alai molo na gurgur do i sian uhum, lompo sian patik, ho na ripe talu, na ripe monang ma hami tumpahon ni ompu parsadaanta i.”

Sahang Maima:
‘Ba na so patut do ba pandokmu i, ai didok ompunta sijolojolo tubu: ”Ia duri sinuan, duri do dapoton, ho do na mandok, ndang boi singkat ali na mago, ba laos songon na binahenmu i do na hubahen tu ho, gabe sogo do roham.
Uhum sontong do i pandokmu i, juap (ndang talu ndang monang) hita manguji, alai anggo geduk na binahenmu i talu ma ho jala tullangon ni hujur buaton ni bodil. Tangihon ma pangkuling ni ompunta sisada pinggol on, na tangis so apulon na maila so dapotan on!”

Dung i masibodilan ma nasida pitu ari pitu borngin, juap do, ndang adong na talu. Dipahabang Datu Dalu ma losungna tu huta ni Sahangmaima, jala dipahabang Sahangmaima ma aek di bagas tabutabu tu huta ni Datu dalu, martaha ma i diginjang andorang so sahat tu tano, dung madabu tu tano gabe ma i dua ambar.

Didok Barita Naasing:
Rasirasa nuaeng, molo binuat aek sian ambar na dua i, jala binahen tu sada hudon, gunsang do aek i ala maralo. Asa marbingkas sian i ma parsalisiannasida, ala ni i ma gabe marserak pinomparnasida.

H O R A S
___Sakti Madingin___

Rabu, 02 November 2011

Batu Mahkota

BATU MAHKOTA 2 Pasang Ular.
Dua pasang ular, mereka berada di celah 1 batu besar. Batu tersebut bercelah dan muat tempat dua pasang ular tersebut. Ular tersebut berwarna biru kehijauan dan ke unguan putih dan abu-abu. Kedua pasang ular tersebut saling bergelut dengan pasangan masing-masing. Bunga mawar/rose adalah tempat mandiannya. Tiba-tiba ada melihat mereka. Mereka pun berubah jadi manusia, yang cantik dan tampan.
2. Pasang Mahkota
Dua pasang mahkota sama dengan 4 tahta kerajaan.
1. Emas bergelur seperti Cawan.
2. Emas berlamur berbagai bentuk
3. Seperti tuaian dari Perak berawan.
4. Seperti tuaian dari Perak.
Ini semua tinggal menggosok dan membersihksan serta mengkilapkan Catur Mereka:
-Raja
-Mesa.
-Kastel
-Kuda
-Benteng

Ini post tidak ada tujuan lain, Tidak ada maksud tertentu. Sekedar berbagi saja, Semoga berguna. Semoga Berguna.

Kamis, 06 Oktober 2011

Parhitean

Parhitean

Parhitean Biasanya menuju ke arah Petunjuk
Tapi Parhitean juga bisa disebut berkat (subjek) atau jalan.
Parhitean yang dibahas di sini yakni parhitean untuk pangungkapon.
Pangungkapon=Wahyu.
Parhitean yang sering kita alami sehari-hari ada 3 yakni:

-Marhite Ombon.
 
Biasanya didapati orang yang melakukan ritual tertentu
dan hasil pengungkapanya langsung di lihat dari langit.

-Marhite Tondi.

Biasanya didapati petunjuk dari mimpi.
Banyak orang beranggapan mimpi itu adalah bunga bunga tidur
Namun disisi lain mimpi itu adalah petuntuk yang bakal terjadi
dan sudah terjadi.

-Marhite Pamerengan.

Bisanya didapati petunjuk secara langsung
dan penampakan secara nyata dengan mata kasat.

___CAP SIHOLE___

Kamis, 05 Mei 2011

Kegunaan Tandok 2

Kegunaan Tandok secara umum dalam kehidupan sehari-hari:











___CAP SIHOLE___

Kegunaan Tandok

Kegunaan Tandok

Tandok = Hajut= Sumpit = Bahul-bahul.


Tandok yg berisikan beras sering digunakan pada acara:

-Pesta (adat pamasu-masuan, mangokkal holi, tardidi, mangalua, sahat tu ulaon saurmatua)
-Marmasuk jabu;
-Mambukka Huta/Hauma;
-Hamauliateon/Syukuran;
-Songgotsonggot;
-Pamelean/Partonggoan;

Yang di bahas di sini mengenai Tandok untuk Mandok Hamauliateon
Tu Ompunta Debata Mula Jadi Nabolon ( Allah yang Maha Besar).
Juga untuk Pangelekan.Partonggoan tu Partondion dohot Sahala.
Biasannya tandok yang gunakan ukuran sedang dan ragi pandannya kecil,
berumbai di ujungnya seperti gambar di atas dan jumlahnya 3 pc.
Tidak sama tinggi, namun radius diameter isinya sama.

Isi Tandok yaitu itak tiga macam:

1. Itak Gurgur;
2. Itak Nintang ni andalu;
3. Itak Naniupingan.

Itak Gurgur tidak sama dengan Itak Putih,
Itak Putih Biasannya di pakai untuk mangelek:
- Habonaran ni Huta;
- Boraspati ni Tano;
- Pandiam ni Huta/Ladang.
Dan Itak Putih tidak ada campurannya, tiada rasa dan hanya tepung beras yang di tumbuk itu saja.
Kalau Itak Gurgur sudah di campur dengan gula pasir (putih) dan lada hitam juga Kelapa parut.



___CAP SIHOLE___

Minggu, 10 April 2011

Saga-Saga

Saga-Saga Persembahan

    Saga-saga bentuknya seperti tampi yang di bumbui dengan banyak asesoris atau perlengkapannya. Perlengkapanya dari berbagai mare-mare atau pucuk daun kelapa yang di hiasi di sekelilingnya, baringin juga daun bane batu.

Bahan dari saga-saga:
  1. Bambu yang diawetkan
  2. Bambu yang sudah diritualkan
  3. Ijuk - tali pengikatnya
  4. Taruge untuk penyambung kalau retak atau penguat ikatan
Kegunaanya:
Kegunaan dari saga-saga ini adalah Tempat untuk meletakkan bahan sajian persembahan ritual atau yang lainya dengan kata lain saga-saga itu sebagai altar untuk sesuatu yang disakralkan seperti: 
  • Persembahan dan Makanan yang di sajikan untuk Mulajadi Nabolon
  • Pangelekan untuk Pamelean hal tertentu
  • Benda-benda yang mau di sucikan/disakralkan
     Kenapa Nenek moyang kita melakukan hal tersebut dan apa kegunaanya? Adapun fungsi dan kegunaanya: 
  1. Dulu belum ada tempat ibadah seperti fasilitas yang kita dapati sekarang ini.
  2. Segala sesuatu yang namanya memulai pekerjaan ataupun ulaon/ugasan itu harus duluan di syarati atau disyukurkan kepada Debata Mula Jadi Nabolon, karena mereka menganggap MulaJadi Nabolon yang berhak merestui dan memberi kuasa atas sesuatu pengerjaan itu.
  3. Saga-saga itu di umpamakan sebagai Altar/mezbah yang bersih dan sakral sebagai sarana untuk menempatkan yang terbaik dari sesuatu yang mau dipersembahkan kepada Debata.

     Kapan para nenek moyang kita/leluhur kita melakukan  atau menempatkan persembahan di atas saga-saga itu? Apakah tiap hari, Tiap minggu atau tiap bulan?
Biasanya Para leluhur melakukannya pada saat tertentu seperti;
  1. Ada masalah Logoniari Nasumantak/kekeringan
  2. Masani Haleon/Kelaparan
  3. Musim ni Uris/Wabah Penyakit
  4. Kebanjiran yang berlebihan
  5. Memulai Pekerjaan seperti (bertani, berdagang, berlayar, membuka perkampung, membuka hutan untuk pertanian dll)
  6. Mengucap syukur karena mereka jauh dari bencana masalah dan halangan-halangan lainya.
  7. Mengucap syukur karena apa yang di kerjakanya berhasil, dan mengadakan Persembahan juga karena gagal dalam pekerjaannya (mendapat masalah/dilema dalam hidupnya)
  8. Meresmikan/memberangkatkan Raja-Raja Baru, Tunggani Huta, ataupun Pengusa Lainnya.
  9. Menabalkan satu jabatan Habataton seperti, Panurirang, Si Baso, Datu, Guru, PanguluBalang, Malim, dll.
Mauliate jala HORAS........
___CAP SIHOLE___

Rabu, 23 Maret 2011

Salpudo Sude

 "Magopodoi Sude"

     Disada parmahanan, jumpama parmahan bao dohot  borua, ia baoa on parmahan lombu, borua i parmahan hambing. Tung ulido siborua i, molo baowai togos jala marsahala idaon pamatangna. 

     Tung burjudo nian nasida mangulaohon ulaonnai, mulak sian sikkola nasida pintor tu jampalan do nasida paida pinahanna unang tarsampur tu robean manang sabani halak.

     Dinasahali romaronggur dohot marsillam-sillam, ujungna dobarma udan. Nunga tung mabiar bawa i alani dobar ni udan i, alai si borua i dang mabiar alani ronggur dohot sillam i, ibana mabiar alani pinahanna ima hambingna sipiga kamatai. 

     Tontu marlojong do hambing i mangalului panisioan. Nunga tung loja si boruai mangalului pinahannai i na asing  si baua i mangingsonggop do di toruni batu di sada lubang. Nabiasa olodo hambing i manisio di si, bek ..... bek ...... bek ni siboruaima, dang mangalusi .... masukma boruai tu goa i, di ida ma di si ngali-ngalian si baoa i. 

(Pakkataion ni nasida parmahan i)
Boru  : 'Bah nai sondo ho ito?, ... 
Baoa : 'Ido ito ninna si bawai.
Boru  : 'Adong di idaho hambingku ito?
Baoa : 'Nasongon hambing adong ito'
Boru : Ai ... ho nian ... iba sarius do.
Baoa: Dua rius ito, dang biasana au ngalian songon on apalagi dilombungmu.
Boru : EE EEH ....ito.(sambil marrara bohina)

(CUT...)

     Tung tabodo pardonganon ni nasida di tikki i, jala sisada roha do nasida alai... nung tammat be nasida sian sikkolana  be.. dang marmahan be nasida ala nunga  dao be lao dompak pangarantoaan marsitopot dalanna be. Nunga  leleng dang pajumpang, muli ma borua i songoni nang bao marngolima marsibotoan do nasida ale dang hea dope jumpang bohi nasida. 
  
     Taringot ma baoa i lobi 17 taon nalewat sambil minum, kopi ronggur ni huta, Holan audo  ra namarningot itoan i.. hape dang hea be ra taringot itoan i tun iba.  Ima da boasa dang jumpang hami hian be .. tordao dao do pangarantoan nami, sambilm di alsikma sigaret Gudang Garam Natinggal puttung nai... Eh tahe salpudo hape sude ,,, magopodoi sude sian roha.
Biarlah yg berlalu tetap berlalu ... tinggal kenangan namai... Horasma bah....
_M M S_
___CAP  SIHOLE___

Selasa, 08 Maret 2011

Blog Sakti Madingin

H O R A S    B A T A K

Horas Tu Sude Pengunjung
SAKTI MADINGIN
(http://saktimadingin.blogspot.com/)

Horas Tondi Madingin
Pir Tondi Matogu
Horas Mahita Sasude

HORAS
__Sakti Madingin__
2011-Sekarang